اَسَّـــــلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَة ُاللهِ وَبَرَكَاتُـــــهُ
Suami ku adalah seorang Insinyur, aku mencintai sifatnya yg alami &
aku menyukai perasaan hangat yg muncul dihatiku, ketika aku bersandar di
bahunya yg bidang. 10 tahun
pernikahan yang aku lalui dan dikarunia 2 orang putri. harus aku akui, bahwa aku mulai lelah, alasan-alasanku yg
dulu mencintainya mulai berubah menjadi sesuatu yg menjemukan.
Aku seorang wanita yg sentimentil, aku merindukan saat-saat romantis
seperti seorang anak yg menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak
pernah aku dapatkan.
Suamiku jauh berbeda dari yg aku harapkan. Rasa
sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana
romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapanku akan
cinta yg ideal.
Suatu hari aku beranikan diri untuk mengatakan keputusanku kepadanya,
bahwa aku menginginkan perceraian.
“Mengapa?” dia bertanya dengan terkejut.
“Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yg aku inginkan.”
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam. Tampak
seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaanku
semakin bertambah, seorang pria yg bahkan tidak dapat mengekspresikan
perasaannya. Apalagi yg bisa aku harapkan darinya?
Dan akhirnya dia bertanya.”Apa yg aku dapat lakukan untuk merubah
pikiranmu?”
Aku menatap matanya dalam-dalam.
Kujawab dengan pelan, “Aku punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan
jawabannya di dalam hatiku, aku akan merubah pikiranku.”
“Seandainya, aku menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung
dan kita berdua tahu Jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati,
Apakah kamu akan melakukannya untukku?”
Dia termenung dan akhirnya berkata, “Aku akan memberikan jawabannya
besok.”
Hatiku langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia sudah tidak ada dirumah. Dan aku menemukan
selembar kertas dengan coret-coret tangannya dibawah sebuah gelas yg
berisi susu hangat yg bertuliskan….
“Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan aku
menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hatiku. Aku melanjutkan untuk
membacanya.
“Kamu bisa (boleh) mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program
di PC-nya. Dan akhirnya menangis di depan monitor, dengan sepenuh hati
aku akan memberikan jari-jariku untuk membantumu dan memperbaiki
programnya.”
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dengan
tulus aku pasti akan memberikan kakiku supaya bisa mendobrak pintu dan
membukakan pintu untukmu ketika pulang.”
“Kamu suka jalan-jalan ke luar kota, tapi selalu nyasar ditempat-tempat
yg baru kamu kunjungi, aku sudah pasti akan menunggu dirumah memberikan
mataku untuk mengarahkanmu.”
“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu “teman baikmu” datang setiap
bulannya. Dan aku pasti akan memberikan tanganku untuk memijat kakimu yg
pegal.”
“Kamu senang diam dirumah. Dan aku selalu menjadi khawatir kamu akan
menjadi “aneh”. Maka aku akan membelikan sesuatu untuk dapat menghiburmu
dirumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yg ku
alami.”
“Kamu selalu menatap komputermu dan membaca buku. Itu tidak baik untuk
kesehatan matamu. Maka aku harus menjaga mataku agar ketika kita tua
nanti, aku masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti
ubanmu.”
“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yg indah. Menceritakan warna-warna
bunga yg bersinar indah seperti cantiknya wajahmu.”
“Tapi sayangku…, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena
aku tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”
“Sayangku aku tahu, ada banyak orang yg bisa mencintaimu lebih dari aku
mencintaimu.”
“Untuk itu sayang… jika semua yg telah diberikan tanganku, kakiku,
mataku, tidak cukup bagimu. Aku tidak bisa menahan dirimu mencari
tangan, kaki dan mata yg lain yg dapat membahagiakanmu.”
Air mataku jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur,
tetapi aku tetap berusaha untuk membacanya.
“Dan sekarang, sayangku… kamu telah selesai membaca jawabanku. Jika kamu
puas dengan semua jawaban ini dan tetap menginginkanku untuk tinggal di
rumah ini.. tolong bukakan pintu rumah kita. Aku sekarang sedang
berdiri di sana dan menunggu jawabanmu.”
“Jika kamu tidak puas,sayangku… biarkan aku masuk untuk membereskan
barang-barangku dan aku tidak akan mempersulit hidupmu.
Percayalah,bahagiaku bila kau bahagia.”
Aku segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu
dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti
kesukaanku. Oh My Good! Dan kini aku tahu.. tidak ada orang yg pernah
mencintaiku lebih dari dia mencintaiku.”
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur
hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan
cinta dalam wujud yg kita inginkan. Sesungguhnya dia telah hadir dalam
wujud yg lain yg tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita bukan
mengharapkan cinta dalam wujud tertentu…